PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI
Kognitif
adalah salah satu
ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara
umum kognitif diartikan sebagai
potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa
(sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan
yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih menekankan
bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang
dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif
berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan
cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
Jean Piaget (1896-1980), pakar
psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia
kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang
mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian
(adaptasi).
Sedangkan Lev Vygotsky (1896-1934)
menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan,
perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan
masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga
menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari
orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Penekanan
Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan kognitif
berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang
kesepian. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif
dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian.
Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti
ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah.
a. Teori
Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut
Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan,
sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal
balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi sosial, yaitu
pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, dan 4)
ekuilibrasi, yaitu
adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan
keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
a.
Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena
memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik.
Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal
itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan
kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan
kegiatan belajar sendiri.
b.
Pengalaman
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan
baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan
pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman
tersebut.
c.
Interaksi Sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan
pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur
kognitif
d.
Ekuilibrasi
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri
(ekuilibrasi), mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan
maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yang
menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
Dalam pandangan Piaget, anak-anak secara aktif membangun dunia kognitif
mereka dengan menggunakan skema untuk menjelaskan hal-hal yang mereka alami. Skema adalah
struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap
lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Piaget (1952) mengatakan bahwa ada
dua proses yang bertanggung jawab atas seseorang menggunakan dan mengadaptasi
skema mereka:
1. Asimilasi adalah proses menambahkan
informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif,
karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang
diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya.
2. Akomodasi adalah bentuk penyesuaian
lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi
baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula
terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali.
Piaget
membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi
dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1.
Periode
sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap
ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori
(koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya,
ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya.
Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya
terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat.
Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut
tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan
dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang.
Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya
mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll.
2.
Periode
praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahap ini adalah tahap persiapan
untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada tahap ini pemikiran anak lebih
banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga
jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya
berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum
memahami konsep kekekalan (conservation),
yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. Selain dari itu,
cirri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua
aspek atau lebih secara bersamaan.
3.
Periode
operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
pada umumnya anak-anak pada tahap
ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda benda konkrit. Kemampuan
ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk
mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang
yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk
menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini
(karena itu disebut tahap operasional konkrit).
4.
Periode
operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Anak pada tahap ini sudah mampu
melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan
logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu
bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwa berlangsung.
Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan
menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah
memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan
hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.
b. Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky
Seperti Piaget, Vygotsky menekankan
bahwa anak-anak secara aktif menyusun pengetahuan mereka. Akan tetapi menurut
Vygotsky, fungsi-fungsi mental memiliki koneksi-koneksi sosial. Vygotsky berpendapat
bahwa anak-anak mengembangkan konsep-konsep lebih sistematis, logis, dan
rasional sebagai akibat dari percakapan dengan seorang penolong yang ahli.
1.
Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)
Zona Perkembangan Proksimal adalah
istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak seorang
diri tetapi dapat diipelajari dengan bantuan dan bimbingan orang dewasa atau
anak-anak yang terlatih. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal
merupakan celah antara actual
development dan potensial
development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu
tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu
dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Batas bawah dari
ZPD adalah tingkat keahlian yang dimiliki anak yang bekerja secara mandiri.
Batas atas adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh anak
dengan bantuan seorang instruktur. Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD
pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak.
2.
Konsep Scaffolding
Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan. Scaffolding adalah istilah terkait
perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan
dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih terampil mengubah
bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak.Dialog adalah alat yang penting dalam
ZPD. Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak,
dan spontan. Dalam dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan
bimbingan yang sistematis, logis dan rasional.
3.
Bahasa dan Pemikiran
Menurut Vygotsky, anak menggunakan
pembicaraan bukan saja untuk komunikasi sosial, tetapi juga untuk membantu
mereka menyelesaikan tugas. Lebih jauh Vygotsky yakin bahwa anak pada usia dini
menggunakan bahasa unuk merencanakan, membimbing, dan memonitor perilaku
mereka. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada awalnya berkembang
terpisah dan kemudian menyatu. Anak harus menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka dapat memfokuskan ke dalam
pikiran-pikiran mereka sendiri. Anak juga harus berkomunikasi secara eksternal
dan menggunakan bahasa untuk jangka waktu yang lama sebelum mereka membuat
transisi dari kemampuan bicara ekternal menjadi internal.
Jean Piaget (1896-1980) pakar psikologi dari Swiss,
mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka
sendiri. Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali
tentang kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak dengan lingkungannya.
Jean Piaget dikenal dengan teori perkembangan
intelektual yang
menyeluruh, yang
mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi & psikologis. Bayi lahir
dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk
tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak, anak belum mempunyai konsepsi tentang
objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan
indranya. Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi
hal-hal yang abstrak (tak berwujud).
Lev Vygotsky (1896-1934)
berpendapat bahwa perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang
dalam suatu situasi sosial yang hampa. Vygotsky tidak setuju dengan pandangan
Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendiri dan membentuk gambaran realitas
batinnya sendiri. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan
mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran
menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan
alat-alat ingatan.
Penekanan Vygotsky pada peran
kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan kognitif lebih banyak
menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan
perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental
yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan
perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi
seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Pada intinya dapat
disimpulkan bahwa dalam teori Vygotsky mengandung banyak unsur psikologi
pendidikan, khususnya pokok bahasan pendidikan dan budaya.
B. Pengertian Intelegensi
Intelegensi berasal dari
bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari bahasa Latin
yaitu “Intellectus dan Intelligentia” yang berarti kecerdasan, intelijen, atau
keterangan-keterangan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia sering diucapkan bahwa
intélijen adalah orang yg bertugas mencari (meng-amat-amati) seseorang; dinas
rahasia.
intelegensi menurut “Claparde dan Stern” adalah
kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi dan kondisi
baru. Berbagai macam tes telah dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui
tingkat intelegensi seseorang. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
intelegensi seseorang. Oleh karena itu banyak hal atau faktor yang harus kita
perhatikan supaya intelegensi yang kita miliki bisa meningkat.
K.
Buhler mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang
disertai dengan pemahaman atau pengertian.
David
Wechster (1986). Definisinya mengenai intelegensi mula-mula sebagai
kapasitas untuk mengerti ungkapan dan kemauan akal budi untuk mengatasi
tantangan-tantangannya. Namun di lain kesempatan ia mengatakan bahwa
intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara
rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
William
Stern mengemukakan batasan sebagai berikut: intelegensi
ialah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan
menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya. William Stern
berpendapat bahwa intelegensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan
turunan, pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelegensi
seseorang.
Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan
oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn
mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat
melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut
dalam bahasa Yunani disebut dengan “Nous” sedangkan penggunaan kekuatannya
disebut “Noeseis”.
Intelegensi menurut John W
Santrock adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi
pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari. Menurut David Wechsler ,
intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara
rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Alferd Binet menyatakan
intelegensi merupakan kemampuan yang diperoleh melalui keturunan, kemampuan
yang diwariskan dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu banyak dipengaruhi
oleh lingkungan. Dalam
batas-batas tertentu lingkungan turut berperan dalam pembentukan kemampuan
intelegensi. Kemudian menurut William Stern, intelegensi merupakan kesanggupan
untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat
berfikir yang sesuai dengan tujuannya. Menurut dia inteligensi sebagian besar tergantung
dengan dasar dan keturunan.
Pendapat ini diperkuat oleh
seorang ahli bernama Prof. Weterink (Mahaguru di Amsterdam) yang berpendapat,
belum dapat dibuktikan bahwa intelegensi dapat diperbaiki atau dilatih. David
Wechsler berpendapat, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara
terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
Howard Gardner mendefinisikan Inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan
persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan
dalam situasi yang nyata.
Secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental ataupun rohani yang
melibatkan proses berpikir secara rasional untuk meyesuaikan diri kepada
situasi yang baru.
Menurut David Wechsler,
inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara
rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan
proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat
diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan
nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Wangmuba, Materi Psikologi, Psikologi Umum, Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan
umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan
yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik.
Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi
yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu
setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude.
Ciri-ciri intelegensi yaitu :
a. Intelegensi
merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara
rasional (intelegensi dapat diamati secara langsung).
b. Intelegensi
tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan
dan pemecahan masalah yang timbul daripadanya.
Menurut English &
English dalam bukunya " A Comprehensive Dictionary of Psichological and
Psychoalitical Terms" , istilah intellecct berarti
antara lain :
1. Kekuataan
mental dimana manusia dapat berpikir ;
2. suatu
rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas
yang berkenaan dengan berpikir ( misalnya
menghubungkan, menimbang, dan memahami); dan
3. kecakapan,
terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir; (bandingkan dengan intelligence.
Intelligence =intellect).
Menurut kamus WebssterNew
Worid Dictionary of the American Language, istilah
intellect berarti:
a. kecakapan
untuk berpikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati
hubungan-hubungan, dan sebagainya. Dengan demikian kecakapan berbeda dari
kemauandan perasaan,
b. Kecakapan
mental yang besar,sangat intellegence, dan
c. Pikiran
atau inteligensi.
C. . TEORI
INTELEGENSI
a.Teori
Intelegensi Spearman
Charles
Edward Spearman (1863-1945) merupakan ahli psikologi berkebangsaan Inggris yang
sangat terkenal dengan temuannya tentang teknik statistik untuk mengetahui
korelasi diantara variabel-variabel penelitian. Ia juga terkenal dengan istilah
teknik analisis faktor. Analisis faktor adalah suatu bentuk teknik statistik
yang digunakan untuk menemukan hubungan yang ada di antara dua jenis variabel
yang kelihatannya tidak ada hubungan. Sperman menggunakan teknik ini untuk
mengukur kemampuan kognitif anak. Teori Sperman tentang g dapat dijelaskan
melalui analogi sebagai berikut :
- Dalam kondisi tertentu , skor tes mental individu dapat dibagi ke dalam dua faktor. Faktor pertama adalah skor yang selalu sama dalam setiap tes, faktor kedua adalah skor yang selalu bervariasi dalam setiap tes. Faktor pertama disebut sebagai faktor general (umum) atau faktor g, sementara faktor kedua disebut faktor spesifik. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa faktor g menunjukkan informasi mental yang lebih dominan daripada faktor spesifik.
- Dalam intelegensi , faktor g adalah faktor yang berkaitan dengan inteligensi umum atau general intelelligence , yang merupakan kapasitas inteligensi yang dibawa sejak lahir dan mempengaruhi seluruh kemampuan individu. Faktor spesifik berkaitan dengan kemampuan khusus , seperti perbedaan skor dalam tes yang berbeda, misalnya skor dalam tes matematika dan tes dalam skor bahasa. Spearman berkeyakinan bahwa apabila seseorang memiliki skor yang tinggi pada suatu bidang tertentu maka ia akan memiliki skor yang tinggi pula pada bidang yang lain , akan tetapi pada kasus-kasus tertentu, skor tersebut dapat berbeda.
Penelitian yang dilaksanakan oleh
Eysenck (1982) menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat atau
signifikan antara IQ dengan kemampuan kognitif dalam melakukan operasi
kognitif. Tes ini sangat valid dan realiabel karena dapat menghindari bias yang
ditimbulkan oleh latar belakang kebudayaan, lingkungan, pendidikan dan sosial
ekonomi.
2 b. Teori
Intelegensi Thurstone
Thurstone
memfokuskan teori intelegensinya pada satu faktor, yaitu g faktor, akan tetapi
ia menekankan intelegensi pada tujuh kemampuan mental utama yang berbeda.
Kemampuan mental tersebut meliputi :
- Verbal comprehension ( kemampuan dalam pemahaman bahasa)
- Reasoning ( kemampuan berpikir logis )
- Perceptual speed ( kemampuan dalam mendeteksi kesamaan atau perbedaan dari berbagai desain / gambar )
- Numerical ability ( kemampuan berhitung )
- Word fluency ( kemampuan berpikir tentang kosa kata secara tepat )
- Associative memory ( ingatan sosiatif )
- Spatial visualization ( kemampuan dalam menentukan bentuk benda dalam posisi yang telah berubah )
Thurstone
mengadakan penelitian tentang intelegensi. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ketujuh kemampuan mental tersebut berkolerasi positif antara
satu dengan yang lainnya. Dengan demikian apabila seorang anak mendapatkan skor
yang tinggi pada verbal comprehension atau kemampuan dalam pemahaman bahasa,
maka ia akan memperoleh skor yang tinggi pula dalam kemampuan mental yang
lainnya.
3 c.
Teori
Intelegensi Guilford
Teori
intelegensi yang dikemukakannya menekankan multiple cognitive abilities
atau kemampuan kognitif majemuk. Melalui penelitian yang dilakukannya , ia
menemukan tiga komponen intelegensi , yaitu Operasi Intelegensi , Isi
Intelegensi dan Produk Intelegensi. Operasi intelegensi mencakup
kognitif,memori,berpikir divergen,berpikir konvergen, dan evaluasi. Isi
intelegensi mencakup figural,simbol,semantik,dan perilaku. Produk intelegensi
mencakup unit,klas,relasi,sistem,transformasi dan implikasi
d.
Teori
Intelegensi Cattel & Horn
Cattel
& Horn mengemukakan dua dimensi intelegensi yang disebut dengan istilah
fluid intelligence dan crystallized intelligence. Fluid intelligence berkaitan
dengan kemampuan untuk mengembangkan teknik pemecahan masalah yang baru dan
berbeda dari teknik sebelumnya. Crystallized intelligence berkaitan dengan
kemampuan mengemukakan pengalaman-pengalaman yang telah dipelajari sebelumnya
dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
5 e.
Teori
Intelegensi Robert Strenberg
Stenberg mendefinisikan intelegensi
sebagai aktivitas mental yang diarahkan pada kegiatan yang bertujuan untuk
menyesuaikan diri , memilih , dan membentuk lingkungan yang sesuai dengan
kehidupan individu. Dalam hal ini, individu yang sedanf melakukan kegiatan dalam
memecahkan masalah menggunakan informasi yang telah diperolehnya untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya.
Daftar rujukan :
Aisyah, Siti. 2012. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Gredler, Margaret E. 2011. Learning and Instruction: Teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana Perdana Media Group..
Monks F.J., Knoers A.M.P., & Hadintono Siti R.. 2006. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Myrnawati, C.H. 2012. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Volume 6 No. 2. Jakarta: Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini Program Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
Gredler, Margaret E. 2011. Learning and Instruction: Teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana Perdana Media Group..
Monks F.J., Knoers A.M.P., & Hadintono Siti R.. 2006. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Myrnawati, C.H. 2012. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Volume 6 No. 2. Jakarta: Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini Program Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar